Keikutsertaan Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia U-17 2025 setelah lolos melalui babak kualifikasi, dilihat sebagai realisasi dari harapan yang ditanamkan sejak Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia) diperkenalkan 11 tahun lalu. Kehadiran di pentas dunia ini menjadi “titik tujuan” awal dari kurikulum pembinaan sepak bola usia muda yang dicanangkan PSSI.

Related Post
Realisasi Impian 11 Tahun
Dikutip dari Rakyatnesia.com Ketika Filanesia diterbitkan pada tahun 2014, harapan utamanya adalah agar sepak bola usia muda Indonesia bisa berkiprah di kompetisi dunia. Harapan itu kini tercapai, dengan Timnas U-17 yang dilatih Nova Arianto (mayoritas adalah produk pembinaan Filanesia) berhasil meraih tiket ke Piala Dunia U-17 2025, berbeda dengan partisipasi 2023 yang berstatus sebagai tuan rumah.
Pencapaian ini, meskipun Timnas U-17 harus takluk 1-3 dari Zambia (tim debutan di ajang ini) pada laga perdana (Selasa, 4/11), membuktikan bahwa Filanesia sukses mengantar Indonesia ke level dunia.
Belum Cukup untuk Bersaing
Namun, keberhasilan mencapai level dunia ini bukanlah akhir dari segalanya. Analisis menunjukkan bahwa meskipun Filanesia mampu mengantar tim ke pentas global, kurikulum ini belum cukup untuk membuat Timnas mampu bersaing di level tersebut. Kekalahan 1-3 dari Zambia menjadi indikasi bahwa jarak kualitas dengan negara-negara lain masih ada.
Seperti yang pernah diingatkan oleh mantan Manager Sport ANTV, Yusuf Ibrahim, bahwa sepak bola adalah maraton, bukan sprint. Ekspektasi publik perlu dikelola karena sepak bola Indonesia baru sampai di level dunia, bukan bersaing di level tersebut.
📜 PSSI Diharapkan Terbitkan Filanesia 2.0
Melihat kenyataan ini, muncul desakan agar PSSI mengambil langkah strategis selanjutnya. Jika Filanesia telah sukses mengantar tim ke level dunia, maka sudah saatnya PSSI membuat kurikulum sepak bola baru tanpa meninggalkan esensi Filanesia, yaitu dengan menerbitkan Filanesia Jilid Dua (2.0).
Filanesia 2.0 diharapkan menjadi kurikulum penyempurnaan yang dapat menjembatani kesenjangan antara kemampuan mencapai turnamen dunia dan kemampuan bersaing secara kompetitif di dalamnya.












Tinggalkan komentar