Jakarta, WARTAKINI.id – Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti melihat industri rokok akan berat tahun depan. Imbasnya volume produksi rokok akan terganggu akibat turunnya permintaan sebagai dampak kenaikan cukai rata-rata 12,5% pada 2021.
“Kenaikan cukai ini sangat membebani industri rokok. Hal ini berdampak pada volume produksi dari industri,” katanya kepada WARTAKINI.id, Jumat (11/12).
Imbasnya, perusahaan harus melakukan efisiensi agar dapat menjaga keseimbangan marjin keuntungan. Dia mengatakan masing-masing perusahaan memiliki caranya sendiri untuk mengatasi kenaikan cukai ini. Ada yang langsung dibebankan pada konsumen ada pula yang menahan kerugian dari produksi, tergantung daya saing tiap merek rokok.
Tercatat hingga bulan November penurunan penjualan Rokok mencapai 15%, akibat menurunnya daya beli masyarakat dan kenaikan harga rokok pada 2020.
“Mudah mudahan tidak lari ke tenaga kerja. Tapi kalau dilihat untuk sigaret kretek tangan tidak mengalami kenaikan. Harapannya dari rokok SKT (sigaret kretek tangan) ini bisa berkembang sehingga tidak ada PHK,” katanya.
Rokok SKT memang dikecualikan dari kenaikan cukai 2021. Muhaimin menambahkan produsen rokok juga sudah mengambil ancang-ancang dengan menggenjot ekspor, melihat konsumsi rokok pada bulan November yang turun hingga 15%. Dia melihat pasar dalam negeri masih akan terus terkoreksi dengan banyaknya ancaman sentimen negatif khususnya soal daya beli.
Kenaikan cukai rokok tahun depan hanya untuk kategori rokok sigaret kretek mesin (SKM) sebesar 13,8% – 16,9% dan sigaret putih mesin (SPM) naik 16,5% – 18,4%. Keputusan ini baru berlaku Februari mendatang.
“Kami apresiasi pemerintah dan hormati keputusan naiknya cukai rokok, tapi kami berharap juga diberikan insentif untuk ekspor terutama untuk rokok putih,” katanya
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Nicholas Mendey juga menyatakan akan ada penurunan penjualan rokok yang mencapai 25% tahun depan, khususnya terjadi pada kuartal II dan III.
“Khususnya untuk pembeli pada kalangan menengah ke bawah. Untuk pembeli menengah atas masih cukup kuat,” katanya kepada WARTAKINI.id.
Dampaknya akan positif jika dilihat dari sisi kesehatan dimana masyarakat dipastikan akan menahan pembelian rokok. Tapi dari sisi penjualan rokok atau pelaku bisnis ini akan memberatkan.
[Gambas:Video CNBC]
(hoi/hoi)
Sumber Berita