Pandemi Covid 19 berdampak dalam dunia pendidikan, tidak hanya dalam mekanisme pembelajaran, namun juga dalam kebijakan. Satu diantara kebijakan yang mengalami perubahan di masa pandemi yaitu Permendikbud Nomor 8 tahun 2020 tentang juknis BOS menjadi permendikbud Nomor 19 Tahun 2020.
Terkait itu, Education Talk yang diselenggarakan Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI) (23/7) mengangkat tema: “Meneropong Anggaran Kemendikbud: Dana BOS Untuk Siapa? Menghadirkan narasumber Doni Koesoema A (Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Agus Sunaryanto (Wakil Ketua Koordinator Indonesia Corruption Watch ( ICW), Gintoro (Kepala Sekolah Muhammadiyah Purwodiningratan, Yogjakarta), pengantar webinar Iman Sumarlan, Direktur Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI ), dan dipandu oleh Hatib Rahmawan, Koordinator Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI ).
Dalam permendikbud juknis BOS reguler perubahan, sekolah dibolehkan mempergunakan dana BOS untuk berlangganan platform belajar daring. Doni menyoroti perihal merek platform penyedia pembelajaran daring yang disebutkan dalam siara resmi kemendikbud.
“Selama masa pandemi, dana BOS selain dipergunakan untuk dua belas kriteria, disebut secara eksplisit dalam permendikbud boleh untuk pembelian layanan daring berbayar, yang menjadi persoalan kemudian adalah meskipun layanan dari berbayar tidak disebut di dalam permendikbud, namun mereknya disebutkan dalam siaran pers kemendikbud” papar Doni Koesoema, Pakar Pendidikan Indonensia.
Dalam siaran pers Kemendikbud Nomor: 054/SIPRES/A6/III/2020 yang berjudul Cegah Sebaran Covid-19 di Satuan Pendidikan, Kemendikbud Gandeng Swasta Siapkan Solusi Belajar Daring” disebut Google lewat G Suite for Education, Kelas Pintar, Microsoft Indonesia, Quipper, Ruangguru Sekolahmu, dan Zenius.
Doni juga menyoal perihal keterlibatan penyedia pembelajaran daring yang sejak awal terlibat membantu kementerian sebagai penyedia pembelajaran daring gratis.
“Penyebutan merek pembelajaran daring dalam siaran resmi terlihat tidak elok seiring dengan perubahan penggunaan dana BOS. Doni menilai ada konflik kepentingan, walaupun bukan berarti konflik kepentingan otomatis korupsi atau kolusi, ia menilai ini merupakan domain yang lain”tegas Doni.
Prinsip sederhananya, tambah Doni, tidak ada makan siang gratis.
“Saya memberi dan saya menerima gitukan, prinsip ini adalah prinsip yang umum dalam bisnis. Saya melihat ini suatu hal yang sangat krusial dan memang harus hati-hati, karena memang Ketika sebuah kementrian mengendors produk sebuah merek, tentu saja ini dipertanyakan juga, apa kepentingannya, disini ada istilahnya konflik kepentingan” ujar Doni
Doni menambahkan, keseriusan para penyedia platform pembelajaran daring yang disebutkan saat siaran pres kementerian. Platform berbayar daring tidak sungguh-sungguh serius memberikan pembelajaran secara gratis.
“Platform berbayar pembelajaran daring mensyarakatkan mendownload aplikasi dan mengisi data, kemudian juga hanya sebagian materi pembelajaran yang dapat akses” tambah Doni.
Doni juga merisaukan ketika kementerian mengendors merek-merek tersebut.
“Kementerian harus sangat hati-hati, dan sejauh mana akibat dari endorsmen itu. Ketika saya coba cek masuk, ternyata ada yang gak ada pembelajarannya, gak bisa masuk untuk platform pembelajarannya” kata Doni.
Menurut Doni, ada platform pembelajaran daring yang hanya memberikan sebagian saja, tidak serius memberikan pembelajaran. Doni juga menyoroti menyoroti keterkaitan antara misi presiden Joko Widodo dalam RPJM dengan kebijakan kementrian pendidikan dalam penyediaan layanan pembelajaran daring.
“Dalam RPJM ditargetkan harus menghasilkan tiga unicorn dalam jangka waktu tiga hingga empat tahun kedepan, nah ini menjadi persoalan, apakah kemudian platform pendidikan ini yang akan dibesarkan. caranya gimana, dengan mengambil dana bos. Lalu dana bos ini dipakai untuk siapa?” pungkas Doni.