Education Talk yang diselenggarakan Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI) (23/7) mengangkat tema:”Meneropong Anggaran Kemendikbud: Dana BOS Untuk Siapa? Menghadirkan narasumber Doni Koesuma A (Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Agus Sunaryanto (Wakil Ketua Koordinator Indonesia Corruption Watch ( ICW), Gintoro (Kepala Sekolah Muhammadiyah Purwodiningratan, Yogjakarta), pengantar webinar Iman Sumarlan, Direktur Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI ), dan dipandu oleh Hatib Rahmawan, Koordinator Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI ).
Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Doni Koesoema dalam diskusi daring ini dengan tegas menyatakan bahwa seharusnya Kemendikbud tidak mengendors merek tertentu.
“Kalau terkait dengan merek dari kementrian tidak bisa melakukannya karena nanti ada pertanyaan ada apa kok kementerian mengendors produk tertentu?” kata Doni.
Doni menyebutkan di masa Covid 19 ini ternyata ada persoalan juga terkait anggaran yang memang harus kita kawal terus menerus supaya kita tahu dana itu larinya ke mana.
“Karena kalau misalkan larinya ke perusahaan-perusahaan digital besar artinya dana BOS ini digunakan untuk perusahaan-perusahaan global, anggaran yang digunakan cukup besar senilai 54,3 triliun” jelas Doni.
Wakil ketua Indonesia Corruption watch (ICW) Agus Sunaryanto mengingatkan akan waspada korupsi di masa pandemi.
“Kami di ICW sebenarnya sudah cukup lama juga melakukan pemantauan terhadap anggaran-anggaran di sektor pendidikan. Dulu di awal tahun 2009/2010 BPK pernah mengeluarkan hasil audit soal adanya penyimpangan soal dana BOS di beberapa sekolah di Jakarta, kami langsung melakukan uji akses ke beberapa SMP” ungkap Agus.
Menurut Agus, di sektor pendidikan itu mulai dari birokrasi di level pusat sampai di level unit terkecil di sekolah itu ada persoalan yang krusial.
“Yang ingin saya sampaikan dalam situasi pandemi ini kita harus benar waspada karena jumlah anggaran yang terus meningkat yang di alokasikan oleh pemerintah baik lewat realokasi anggaran teramasuk refocusing kegiatan atau program” ujarnya.
Sementara itu Kepala Sekolah Muhammadiyah Purwodiningratan, Gintoro, dalam penyampaiannya mengatakan, untuk transparansi dana supaya lebih baik butuh waktu dan butuh payung hukum untuk kepala sekolah agar apa yang telah direncanakan benar-benar ada jaminan.
“Selama ini, kasus-kasus semacam ini kita sangat lemah sekali. Sekarang platfrom-platform bergentayangan, pihak-pihak swasta kualifikasinya harus betul-betul ada sistem yang bisa memfilter mana yang benar-benar mensuport, mana yang hanya mencari keuntungan semata. Padahal, di era pandemi platfrom pendiikan untuk daring ini sebenarnya guru yang harus kreatif” pungkas Gintoro