Oleh: Jujur Pratikno
Kita tahu, bahwa dana yang disetorkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan BPJS Kesehatan, dipastikan tidak dapat diklaim atau dicairkan. Karena, fungsi dana di lembaga tersebut untuk memberikan asuransi bagi para pesertanya yang menjadi pasien tatkala sakit .
Kita juga tahu bahwasanya, untuk mendapat jaminan kesehatan, peserta BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar iuran per bulan sesuai ketentuan.
Kita tahu, tapi kita sebagai masyarakat awam juga boleh bertanya karena ketidaktahuan kita. Saya tidak tahu, mengapa negara harus membebankan asuransi untuk rakyatnya.
Tidak adakah jalan keluar yang lain?
Soal lapangan pekerjaan, soal mendapat pekerjaan yang layak dan soal jaminan kesehatan bagi rakyatnya, seyogyanya menjadi tanggung-jawab penuh bagi negara yang kita cintai ini.
Pasti ada jalan keluarnya tanpa harus membebankan iuran kepada rakyat yang lebih banyak yang tak mampu bayar iuran ketimbang yang mampu.
Negara itu, ibarat orang tua kita. Sebagai anak, kita hanya tahu beres. Tahu beres untuk biaya sekolah dan keperluan lainnya. Dari mana orang tuanya mendapatkannya, itu adalah tanggung-jawab orang tua. Adalah tanggung-jawab negara.
Kita tahu, keberadaan BPJS Kesehatan, yaitu demi memastikan masyarakat Indonesia mendapatkan jaminan kesehatan yang layak dengan dana yang telah disetorkan.
Tapi, bagaimana dengan jaminan kesehatan bagi masyarakat yang tak mampu “menyetor” tiap bulan sebagai apa yang disebut dengan iurean BPJS?
Apakah akan kita biarkan masyarakat yang sakit tapi tak mampu membayar iuran BPJS pada akhirnya, menerima nasib buruk. Adakah rumah sakit yang benar-benar bersedia “menerima” pasien tanpa ada jaminan “uang”?
Saya memastikan, itu hanya ada di rumah sakit dalam “dongeng” dan mimpi-mimpi rakyat yang susah.
Rakyat kita masih banyak berada di bawah garis kemiskinan. Pengeluaran rakyat jangan ditambah-tambah lagi. Saatnya negara harus berupaya mengurang-ngurangi pengeluaran di rumah tangga. Rumah tangga kita rumah tangga yang masih banyak susahnya. Yang masih banyak pengeluarannya. Mulai dari kebutuhan seharai-hari hingga kebutuhan uang sekolah dan kuliah anak yang makin lama makin sulit dijangkau oleh kantong-kantong rakyat miskin.
Memang ada bidik misi bagi rakyat miskin. Bidik misi adalah bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik baik untuk menempuh pendidikan. Artinya, tidak semua warga miskin berhak dapat bidik misi. Tetap saja ada “persyaratanya”. Yakni, punya potensi akademik.
Memang ada KIS (Kartu Indonesia Sehat) tidak dipungut sepeser pun karena sudah disubsidi oleh pemerintah. Tapi, KIS bukan BPJS. Peserta BPJS kesehatan diwajibkan untuk membayar sejumlah iuran sesuai dengan kelasnya. Iuran ini harus dibayarkan setiap bulan supaya peserta BPJS bisa mendapatkan pelayanan maksimal.
Baik KIS, maupun BPJS semua ada aturan dan persyaratan tertentu. Yang kita butuhkan adalah jaminan kesehatan tanpa syarat. Ia sama dengan cinta. Kalau memang benar negara ini cinta pada rakyatnya, jangan ada syaratnya untuk mendapatkan jaminan kesehatan.
Cinta tanpa syarat itu ternyata disuarakan oleh sebuah partai “baru” bukan partai lama. Ini yang bikin saya kagum dengan program kemuliaan yang sedang digaung-gaungkan PSI, yakni BPJS Gratis bila PSI menang dan menempatkan wakilnya di DPR RI.
Program kemanusiaan nan mulia dari PSI ini, wajib kita dukung bersama-sama. Saya yakin, bila PSI memiliki wakil di DPR RI, partai yang belakangan saya pelajari ideologinya yang berkemanusiaan,berkeragaman dan berkebangsaan serta partai yang sangat antikorupsi ini akan lantang memperjuangkan BPJS Gratis bagi seluruh rakyat Indonesia.
PSI, teruslah bergerak.
Doa saya.Doa kami. Doa kita yang cinta pada ruang kesehatan bagi rakyat menyeluruh akan istiqomah mendukungmu pada Pemilu 2024. Teruslah berjuang untuk menausiaan. Saya yakin, rakyat Indonesia akan mendukungmu ! (*)