Wartakini.id – Di tengah gempuran mobil listrik China yang semakin agresif di Eropa, Renault justru memilih strategi jitu dengan fokus pada teknologi hibrida hemat biaya. Strategi ini ternyata membuahkan hasil yang positif di pasar Eropa. Apa rahasianya?
Related Post
Meskipun Uni Eropa telah menetapkan larangan penjualan mobil bermesin pembakaran internal mulai 2035, permintaan untuk kendaraan listrik (EV) yang mahal masih rendah di Eropa. Hal ini menimbulkan tekanan besar bagi industri otomotif Eropa. Namun, Renault, yang ramping dan pernah mengalami tekor pada 2020, justru menunjukkan kekuatan yang mengejutkan di pasar mobil hibrida.
Dalam delapan bulan pertama 2024, penjualan model hibrida Renault, termasuk Clio dan Captur, naik 55% dibanding tahun sebelumnya. Angka ini melampaui peningkatan rata-rata Uni Eropa sebesar 21,1%, menurut data dari badan industri Eropa ACEA. Kenaikan penjualan ini mengantarkan merek Renault ke posisi kedua di segmen hibrida Eropa, hanya di bawah Toyota dari Jepang.
Kunci kesuksesan Renault di pasar hibrida adalah fokus pada teknologi gearbox yang telah mereka kuasai. Para insinyur Renault mengembangkan ‘dog clutch’ yang disederhanakan – digunakan untuk menghubungkan dan melepaskan gigi tanpa memerlukan sinkronisasi – untuk menciptakan sistem transmisi hibrida berbiaya rendah yang disebut E-Tech. Sistem E-Tech, yang dapat digunakan di semua model Renault, membutuhkan lebih sedikit komponen dibandingkan mesin hibrida lainnya, sehingga lebih ringan dan lebih murah.
Keunggulan ini membuat Renault mampu menawarkan model hibrida yang kompetitif dengan harga yang lebih terjangkau. Renault Clio hibrida dibanderol dengan harga 400 euro (sekitar Rp 6,6 juta) lebih mahal dari Toyota Yaris dan Peugeot 208, tetapi menawarkan tenaga yang lebih besar.
"Renault tampaknya akan mempertahankan keunggulan ini selama beberapa tahun," kata Antoine Giraud, analis S&P Global.
Meskipun mobil hibrida lebih ramah lingkungan dibandingkan mobil konvensional, Renault tetap harus memenuhi aturan Uni Eropa untuk membatasi emisi CO2. Untuk itu, Renault membutuhkan hampir 20% penjualannya berasal dari mobil listrik, sementara saat ini penjualan EV Renault masih stagnan di kisaran 12% dari total penjualan merek tersebut di Eropa.
Untuk mendorong penjualan EV, CEO Renault, Luca de Meo, akan meluncurkan SUV listrik baru, Renault 4, di Paris Autoshow yang dimulai pada 14 Oktober, menyusul peluncuran Renault 5, EV kecilnya.
Tinggalkan komentar