wartakini.id – Mengapa harga mobil di Indonesia selangit? Pertanyaan ini kerap membayangi para calon pembeli yang dibuat gigit jari melihat selisih harga signifikan dengan negara tetangga seperti Thailand atau Malaysia. Jawabannya ternyata tak sesederhana yang dibayangkan. Beban pajak yang berlapis-lapis dan kompleks menjadi biang keladinya.

Related Post
Harga mobil di Indonesia bisa membengkak hingga 40-50% dari harga pabrik. Mobil seharga Rp200 juta di pabrik, bisa dijual hingga hampir Rp300 juta di pasaran. Ini karena deretan pajak yang harus ditanggung konsumen. Mulai dari PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah), BBN-KB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), hingga PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) tahunan. Belum lagi biaya administrasi seperti STNK, SWDKLLJ, dan plat nomor yang menambah beban pengeluaran.

Menurut Gaikindo, sistem perpajakan Indonesia untuk kendaraan bermotor jauh lebih rumit dan memberatkan dibandingkan negara tetangga. Bahkan, beban pajaknya disebut-sebut mencapai 30 kali lipat lebih besar daripada di Thailand. Hal ini membuat daya beli masyarakat terhadap mobil baru menjadi tergerus.
Di balik kompleksitas pajak tersebut, tersimpan pula tujuan regulasi lingkungan dan fiskal. PPnBM tinggi untuk mobil mewah atau yang boros bahan bakar diterapkan sebagai instrumen fiskal untuk menekan impor dan mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan. Namun, kebijakan ini menuai kritik karena dinilai membebani daya beli masyarakat. Pemerintah pun telah beberapa kali meminta industri otomotif untuk menyusun strategi jangka panjang agar pertumbuhan pasar tetap terjaga. Pertanyaannya, akankah pemerintah segera melakukan reformasi pajak untuk meringankan beban masyarakat?










Tinggalkan komentar