wartakini.id – Kejadian mengerikan di Palmerah, Jakarta Barat, Minggu (28/8) lalu, mengguncang publik. Sebuah video viral memperlihatkan Rantis Rimueng milik Korps Brimob Polri melindas seorang pengemudi ojek online (ojol) hingga terluka parah. Insiden ini memicu gelombang kecaman dan pertanyaan mendalam tentang penggunaan kekuatan berlebihan dalam pengendalian massa. Bobot Rantis Rimueng yang mencapai 14 ton, setara dengan tiga gajah dewasa, menjadi sorotan utama.

Related Post
Bagaimana kendaraan taktis ini bisa menyebabkan cedera serius bahkan kematian? Desain Rantis Rimueng yang tangguh, dirancang untuk operasi militer dan penanggulangan huru-hara, ternyata menyimpan potensi bahaya yang signifikan di tengah kerumunan sipil. Kekuatan mesin dan bobotnya yang luar biasa membuat Rantis Rimueng mampu menerjang hambatan dengan mudah, namun di sisi lain, hal ini juga meningkatkan risiko cedera bagi siapa pun yang berada di jalurnya.

Video yang beredar menunjukkan Rantis Rimueng melaju dengan kecepatan cukup tinggi saat menghantam korban. Setelah terlindas, tubuh korban terseret beberapa meter di bawah roda raksasa. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai prosedur operasional standar (SOP) penggunaan Rantis Rimueng dalam pengendalian massa. Apakah SOP tersebut sudah cukup memadai untuk mencegah insiden serupa terjadi di masa mendatang?
Polri kini tengah melakukan penyelidikan atas insiden ini. Publik menuntut transparansi dan pertanggungjawaban atas penggunaan kekuatan yang dinilai berlebihan. Kasus ini juga membuka diskusi penting tentang perlunya regulasi yang lebih ketat dan pelatihan yang lebih intensif bagi personel yang mengoperasikan kendaraan taktis berat seperti Rantis Rimueng, agar tragedi serupa tak terulang. Kejadian ini menjadi pengingat pahit betapa mesin perang yang tangguh, bila tak diimbangi dengan prosedur dan etika yang tepat, bisa berubah menjadi alat pembunuh.









Tinggalkan komentar