Jakarta, WARTAKINI.id – Produk tekstil dan produk tekstil (TPT) sudah sempat berlaku safeguard untuk membendung produk impor yang merugikan industri lokal. Sayangnya instrumen itu bukan tanpa celah, sehingga ada lonjakan tekstil dan garmen impor terutama dari China.
Kementerian Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag), impor garmen naik 8%, karpet dan penutup lantai tekstil melonjak 25% selama periode Januari-Mei 2020.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mengungkapkan telah terjadi banyak penyelewengan dalam importasi tekstil. Pelanggaran itu menyebabkan tingginya barang impor tekstil yang masuk ke Indonesia.
Redma menilai, hal itu terjadi akibat tidak ketatnya sistem Kepabeanan yang ada di pelabuhan. Padahal, itu adalah filter utama lalu lintas barang yang akan masuk ke pasar dalam negeri. Ia mengambil contoh kala terungkapnya pelanggaran pada 27 kontainer di Bea Cukai Batam. Kejagung telah menetapkan 4 tersangka pejabat Bea Cukai Kemenkeu dalam kasus ini.
“Kasus 27 kontainer itu sedikit. Itu ada ratusan kontainer seminggu bisa masuk,” katanya kepada WARTAKINI.id, Senin (20/7/2020).
Ratusan kontainer disebut Redma bisa masuk melalui sejumlah modus, misalnya pengalihan kode HS (harmonized system) dan pemalsuan COO (certificate of origin). Kedua cara itu diakali karena barang impor tekstil dari China terkena safeguard, sehingga para importir mencari cara agar tetap bisa masuk, yakni dengan mengubah negara asal, misalnya menjadi India yang tidak terkena regulasi itu.
“Kasus di Batam itu pemalsuan COO, barang China tapi COO dari India. Pas dikonfirmasi ke pemerintah India, mereka nggak mengeluarkan COO surat keterangan asal barang. Jadi untuk menghindari safeguard,” jelasnya.
Kasus seperti ini harusnya mudah diatasi karena Indonesia memiliki atase perdagangan di banyak negara. Untuk mengkonfirmasi ilegal atau tidaknya transaksi akan sangat mudah dilakukan. Selain itu, ada juga modus lain, yakni permainan under volume dan under value.
“Kasus di Batam selain pemalsuan COO dan pelarian HS ada kasus under volume jadi dia dapat izin impor 15 juta, dia bisa masukkan sampai 30 juta 1x kontainer yang harus diisi 30 ton sama dia ditulis 20 ton atau 15 ton, jadi ada jatah impor. Bea cukai harusnya tau pemain lama yang biasa impor borongan,” jelas Redma.
Jika pemangku kebijakan dan petugas lapangan bisa bekerja dengan baik, maka masalah serbuan tekstil dan garmen akan mudah diatasi. “Bea Cukai sudah tau cara-caranya. Makanya petugas Bea Cukai ada yang terlibat jadi tersangka karena mereka tau semuanya. Tinggal mau nggak dia menindak?” tanya Redma.
Namun, hingga kini Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi belum merespon pertanyaan WARTAKINI.id soal berbagai dugaan pelanggaran di atas.
(hoi/hoi)
Sumber Berita