Jakarta – Setelah pasar tradisional, perkantoran menjadi klaster penularan Covid-19 terbesar dengan sekurangnya 90 klaster dengan 459 kasus positif Covid-19 di Jakarta. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat karena adanya kecenderungan pengelola kantor yang sengaja menutup-nutupi kasus positif di kantor mereka untuk menghindari sanksi denda dan kewajiban tes massal untuk seluruh yang akan membebani operasional kantor.
Wakil ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Justin Adrian menilai kondisi ini membuat karyawan perkantoran dalam posisi terjepit, di satu sisi mereka bergantung pada perusahaan untuk tetap bekerja dan mendapatkan penghasilan, namun di sisi lain mereka harus mengambil resiko terpapar infeksi Covid-19 dan mempertaruhkan kesehatan mereka.
Untuk itu Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memberi jaminan keamanan dan perlindungan bagi karyawan yang melapor adanya pelanggaran PSBB di kantor mereka. “Jumlah perusahaan di Jakarta ada ribuan, tidak mungkin bisa disidak satu persatu. Kita harus mendorong karyawan aktif melaporkan dengan jaminan tidak boleh ada intimidasi ataupun PHK bagi mereka yang melapor,” ujar Justin.
Fraksi PSI Jakarta kerap mendapatkan pengaduan dari karyawan yang ingin melaporkan kondisi kantornya, tapi tidak mau identitasnya diketahui agar tidak mendapat masalah di kantor. Padahal masih banyak pengelola kantor yang menutupi kasus positif untuk menghindari stigma negatif dan melindungi image perusahaan, meski harus mengancam kesehatan para karyawan dan juga keluarga mereka.
Seharusnya setiap karyawan harus memiliki hak untuk melaporkan kondisi kantornya tanpa melalui birokrasi atau pihak kantor. “Harus ada mekanisme bagi karyawan untuk melindungi dirinya sendiri. Mekanisme ini juga agar perusahaan terlindungi. Jika karyawan tidak disediakan jalur untuk melapor, yang terjadi malah informasi simpang siur yang merugikan perusahaan,” kata Justin. Apalagi perkantoran merupakan area tertutup yang sulit ditelusuri tanpa adanya pelaporan, tidak seperti pasar tradisional yang merupakan lokasi umum.
Nantinya pengaduan tersebut akan menjadi petunjuk awal bagi Dinkes atau Disnaker untuk melakukan verifikasi dan validasi ke instansi kesehatan untuk memastikan bahwa ada karyawan X dari perusahaan Y yang positif kasus Covid-19. “Tahapan ini akan membuat perusahan tidak lagi bisa mengingkari bahwa ada karyawannya yang positif Covid-19. Jadi tidak simpang siur lagi,” jelas Justin.
Saat ini pekerja perkantoran memiliki potensi penularan tinggi, karena dalam kesehariannya mereka berinteraksi dengan banyak orang yakni dimulai dari dalam perjalanan ke kantor menggunakan kendaraan umum, berinteraksi di kantin atau rumah makan pada saat jam makan siang dan kembali ke rumah menemui keluarga.
Justin menambahkan untuk mengimbangi dan memutus rantai penularan di kluster perkantoran, instansi pemerintah dan perusahaan swasta harus mulai mengadopsi sistem kerja dari rumah atau work from home untuk jangka yang lebih panjang, tidak hanya pada masa PSBB transisi. Perubahan pola kerja seperti ini jauh lebih aman dan tidak mempertaruhkan kesehatan karyawan demi keberlangsungan kantor tersebut. “Jika banyak karyawan terinfeksi, justru akhirnya operasional kantor yang terganggu, ini jauh lebih beresiko ketimbang mengadopsi sistem kerja dari rumah,” kata Justin.