Oleh: M.FAREZA
Pada zaman serba susah ini, adakah partai yang mengerti betapa makin beratnya beban pengeluaran keluarga ? Harga-harga di pasar terus saja naik. Yang turun, harga-harga diri bagi para penyembah tahta dan kursi. Mereka seakan tak peduli. Mau rakyat susah.Mau rakyat miskin.Mau lahan pertanian kering tak beririgasi. Seakan mereka tak peduli.
Cukup dengan membeli suara. Cukup dengan duit puluhan ribu saja, suara sudah dapat dikantongi.Begitu rendahkah harga diri rakyat di mata politisi cacat hati?
Menangis aku kini.
Kalaupun kita menangis, siapa yang mau meredakannya? Para politisi cacat hati itukah? Ah, itu sama saja dengan pungguk merindukan bulan. Mana mungkin. Mana maen !
Mereka bikin pencitraan begana-begini. Poster gede-gede terpajang di jalan-jalan. Sementara, jalan kehidupan rakyat tetap saja buruk. Kalau diprotes.Kalau diingatkan. Kalau mereka bersalah.Kalau mereka merugikan dan mengancam jiwa orang lain. Yang terjadi sebaliknya. Mereka tak segan-segan memperkarakan “orang-orang benar” ke jalur hukum atas nama “dirugikan”. Mereka memutar balik fakta dengan merasa menjadi korban.
Kok bisa?
Ya, mereka yakin, bahwa duit yang mereka punya dapat “menjual” masalah untuk “membeli” hukum di meja hijau percaturan kita.
Yang salah dia. Yang dikorbankan, orang yang benar !
Gawat.
Senewen ini dunia di tangan politisi cacat hati.
Orang-orang baik pada enggan bicara.Karena mereka takut dibully.Takut diperolok-olokan di ruang publik. Kalau orang baik pada diam semua—pada takut menanggung risiko, maka orang-orang jahat akan tampil di panggung terdepan untuk menipu rakyat dengan segala harapan.
Ah, kembali ke soal kehidupan yang sulit. Pengeluaran makin banyak.Sementara, pemasukan, jangankan berlebih; cukup saja sudah alhamdulillah.
Kami merasakan sekali sebuah kecemasan. Tahun depan anak kami tamat SMA. Artinya, kami harus mengeluarkan berbagai macam rupa biaya kuliah. Oke, ada beasiswa.Tapi, bagaimana kalau anak kami tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan beasiswa?
Untuk kuliah di Perguruan Tinggi Swasta, itu tidak mungkin. Itu sama saja dengan besar pasak daripada tiang.Kami tidak sanggup .Artinya, dengan segala kerelaan hati, dengan segala kesedihan hati, terpaksa putra tercinta kami cukup pendidikannya sampai di sini.Sampai SMA saja.
Tapi, begitu saya mendengar program PSI adalah menggratiskan uang kuliah bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) harapan kuliah untuk anak kami kembali terbuka lebar.
Kami menyuruh anak-anak kami untuk tekun belajar. Program PSI tentang gratis uang kuliah membuat tidur kami nyenyak. Membuat harapan baru bagi putra kami yang bernama Ridho Akbar.
“ Ridho,semangatlah Nak !”
Terimakasih PSI yang telah mengembalikan semangat kami dan anak saya. Ternyata masih ada partai baik yang tak pernah diam menjawab apa kebutuhan rakyat kecil, wong cilik seperti kami yang hidupnya pas-pasan.
PSI, teruslah bersuara untuk kami orang-orang kecil ini…
Doa dan pilihan kami bersamamu. (*)